Untitled
Karya : Soe Hok Gie
[Selasa, 11 November 1969]
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah…
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza…
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku…
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu…
Atau tentang bunga-bunga yang
manis di lembah Mendalawangi…
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza…
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku…
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu…
Atau tentang bunga-bunga yang
manis di lembah Mendalawangi…
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang…
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra…
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku…
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya…
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu…
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra…
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku…
Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya…
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu…
Mari sini, sayangku…
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku…
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung…
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa…
Kalian yang pernah mesra, yang pernah baik dan simpati padaku…
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung…
Kita tak pernah menanamkan apa-apa,
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa…
Karya : Soe Hok Gie
Selasa, 1 April 1969
Selasa, 1 April 1969
Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, kenbah Mandalawangi.
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)
Apakah kau masih membelaiku selembut dahulu
ketika kudekap kau dekaplah lebih mesra,
lebih dekat.
(lampu-lampu berkedipan di Jakarta yang sepi
kota kita berdua, yang tau dan terlena dalam mimpinya
kau dan aku berbicara tanpa kata, tanpa suara
ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)
apakah kau masih akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
(haripun menjadi malam kulihat semuanya menjadi muram
wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
dalam bahasa yang tidak kita mengerti
seperti kabut pagi itu)
manisku, aku akan jalan terus membawa kenangan-kenangan
dan harapan-harapan bersama hidup yang begitu biru.
Lirik Lagu Nicholas Saputra Puisi (Cahaya Bulan) Lyrics
Puisi (Cahaya Bulan) - Nicholas Saputra
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
*courtesy of LirikLaguIndonesia.net
akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yg biasa
pada suatu ketika yg telah lama kita ketahui
apakah kau masih sambut dahulu memintaku minum susu
sambil membenarkan letak leher kemejaku
kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih
lembah bandalawangi
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan” yg menjadi suram
meresapi belaian angin yg menjadi dingin
lembah bandalawangi
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan” yg menjadi suram
meresapi belaian angin yg menjadi dingin
apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
ketika kudepak, kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat
ketika kudepak, kau dekaplah lebih mesra
lebih dekat
apakau kau masih akan berkata
kudengar dekap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
kudengar dekap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta
cahaya bulan menusukku dengan ribuan pertanyaan
yg takkan pernah aku tahu dimana jawaban itu
bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati
yg takkan pernah aku tahu dimana jawaban itu
bagai letusan berapi bangunkan dari mimpi
sudah waktunya berdiri mencari jawaban kegelisahan hati

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih..