Halaman

Andika Wiranata

Selasa, 17 Juli 2012

Pojok Esai 7

PSSI Tanpa Judul
Oleh : Andika Wiranata
 Kisruh dan seperti tidak ada yang bisa kita ucapkan selain kata “kecewa” dengan dualisme yang terjadi di Induk Organisasi Sepakbola di Indonesia yang memiliki otoritas paling tinggi mengenai persebakbolaan di Indonesia yaitu, PSSI. Tidak ada hentinya meributkan hal-hal yang semestinya bisa disikapi dengan kalem dan duduk bersama di meja sambil minum teh atau kopi.
Diawali dengan rezim Nurdin Halid dengan segala kontroversinya. Memimpin PSSI dibalik jeruji besi, karena ia tersandung kasus korupsi. Gelombang pergolakan terus terjadi menolak kepemimpinan putra Makassar tersebut. Sebelum rezimnya dijatuhkan, sudah ada segelintir orang yang melakukan reformasi bahkan, membuat kompetisi tandingan yang diprakarsai oleh Arif Panigoro, kompetisi itu bernama, Liga Primer Indonesia.
Kisruh berlanjut hingga kepemimpinan Johar Arifin yang naik menggantikan Nurdin Halid. Namun, kali ini tidak hanya kompetisi yang ada dua tapi, badan organisasi ini pun terpecah manjadi dua. Ini disebabkan oleh kekalahan telak Timnas Indonesia atas Bahrain, 0-10 di ajang kualifikasi Piala Dunia 2014. Ini diakibatkan karena pemain yang dipanggil adalah pemai-pemain yang memiliki jam terbang internasional yang minim atau baru pertama kali dipanggil. Timnas yang dipanggil pun hanya berasal dari satu kompetisi yaitu, dari Liga Prima Indonesia sedangkan, dari Liga Super Indonesia, liga dimana pemain-pemain sekelas Titus Bonai, Bambang Pamungkas, dan Okto Maniani bermain, tidak ada pemain yang boleh dipanggil karena Liga Super Indonesia dianggap liga ilegal.
 Akhirnya, diadakan kongres luar biasa dan sepakat untuk memilih Layala sebagai ketua umum PSSI yang baru. Namun, PSSI versi Johar menolak lengser, dan ini terus berlangsung hingga pembentukan timnas yang sekarang memiliki dua timnas, timnas PSSI versi Djohar, dan timnas versi Layala. Pelatih timnas pun ada dua, timnas versi Djohar ditangani oleh Nilmaizar dan timnas versi Layala ditangani oleh mantan pelatih timnas yaitu, Alfred Riedl.
Indonesia berusaha untuk mewujudkan iklim persepakbolaan yang kondusif sehingga bisa membentuk timnas yang kuat. Namun sayangnya, sepakbola di Indonesia dijadikan alat politik oleh segelintir orang dan tempat untuk merauk pundi-pundi keuntungan. Indonesia menginginkan iklim kompetisi seperti liga-liga besar di dunia seperti Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, dan liga besar lain di dunia. Indonesia mencoba berorientasi mewujudkan iklim sepakbola industri mengingat keuntungan yang besar dari sponsor dan dari sepakbola itu sendiri. Lalu, apakah berhasil? Ya, kita bisa lihat keadaan yang tidak karuan ini. Timnas menjadi imbas, beberapa pemain potensial tidak dapat bergabung dengan timnas karena dianggap bermain di liga ilegal.
Pemerintah Indonesia pun seperti tidak terlalu bisa mencampuri urusan PSSI, karena ada kode etik dari FIFA, dimana negara tidak boleh mengintervensi PSSI. Bahkan, pemerintah seakan tidak peduli dengan keadaan PSSI yang penuh dengan dualisme. Begitu pun dengan FIFA yang seakan tidak menghiraukan masalah yang terjadi di Indonesia. Bahkan, peringkat FIFA Indonesia terus merosot jauh. Di Asia Tenggara pun Indonesia cukup sulit bersaing, terakhir timnas muda kita dalam sejarah dikalahkan oleh Brunei Darussalam dengan skor meyakinkan 0-2 dalam suatu ajang kejuaraan.
Seharusnya konflik ini harus cepat diakhiri agar sepakbola kita dapat berprestasi. Hialngkan sifat egois untuk menjadikan PSSI sebagai alat untuk memenuhi kepentingan segelintir orang yang mengaku berjuang untuk sepakbola Indonesia. Harus diadakan mediasi dan kosisliasi terhadap pihak-pihak yang berseteru dan mengajak pihak-pihak tersebut melepas egonya masing-masing, dan mulai berjuang bersama untuk kemajuan sepakbola di Indonesia.
Jadikan, semua satu ide-ide pemikiran untuk memajukan sepakbola Indonesia. Bukan tidak mungkin supporter sepakbola kita jengah, jenuh dan malas-malasan mendukung timnas lagi, karena timnas yang kurang kompetitif dan selalu menyajikan kekalahan serta, carut-marut kompetisi yang tidak karuan. Wasit yang kurang adil, pemain yang ribut di lapangan, dan seluruh elemen di lapangan harus juga menjadi perhatian orangh-orang yang cinta sepakbola Indonesia, semua pihak terutama PSSI untuk membenahi kompetisi dan timnas. Terakhir kabar, pihak-pihak yang berseteru sudah mulai berunding dan mencari solusi dari permasalahan ini semua.
Jadi, tentu saja kita sebagai pendukung timnas merah-putih harus mencoba membuka jalan pikiran para pihak yang berseteru agar mereka segera berdamai dan meniadakan konflik yang berkepanjangan di tubuh PSSI. PSSI harus dipimpin oleh orang yang memiliki kredibilitas dan kompeten dalam bidang ini, yaitu sepakbola. Satukan visi dan misi untuk memajukan prestasi sepakbola kita. Bagunkan Garuda yang sedang bertengger di atas pohon yang tinggi agar mau turun dan terbang kembali seperti dulu. Maju Timnas Garuda Indonesia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih..